Peran Coder Terkait Keakuratan Pengkodean ICD-10 Pada Pelaksanaan Sistem INA-CBG’s Rumah Sakit TK. II 14.05.01 Pelamonia Makassar
Main Article Content
Abstract
Dalam pelaksanaan JKN, kegiatan coder klaim BPJS Kesehatan dimulai dengan menerima dokumen rekam medis pasien BPJS dari unit assembling. Kemudian, jika ada kesalahan, dokumen tersebut dipisahkan dan dikirim ke bagian yang terkait untuk diperbaiki terlebih dahulu. Selanjutnya adalah menentukan kode penyakit dan prosedur medis. Tujuan penelitian, untuk mengetahui peran coder terkait keakuratan pengkodean ICD-10 pada pelaksanaan sistem INA-CBG’s di Rumah Sakit TK.II 14.01.05 Pelamonia Makassar. Metode ini menggunakan penelitian kualitatif. Pengumpulan data melakukan dengan wawancara kepada Kepala Casemix, Kepala Rekam Medis, Petugas Coder dan Petugas Rekam Medis. Hasil dan Kesimpulan menunjukkan bahwa petugas rekam medis dan petugas coder rata-rata memiliki pengalaman yang mencukupi untuk menjalankan proses pengkodean klaim BPJS, walaupun masih terdapat beberapa permasalahan yang biasa dialami petugas. Petugas coder sudah mendapatkan pendidikan yang sesuai tentang pengkodean dan beberapa petugas pernah mengikuti seminar INA-CBG’s sehingga mengetahui apa itu INA-CBG’s dan juga fungsinya. Namun, masalah yang paling umum yang dihadapi petugas coder termasuk penulisan diagnosis penyakit yang sering disingkat, perbedaan antara tindakan yang ditulis dan dilaporkan DPJP.
Article Details

This work is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License.
References
Andita. (2016). JKN secara nasional berdasarkan prinsip asuransi sosial dan prinsip ekuitas.
Arikunto. (2002). Dokumentasi adalah teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara menyelidiki. Ramadhani & Bina 2021.
Atik Nurwahyuni, Ery Setiawan. (2018). Kinerja Rumah Sakit Swasta dengan Pembayaran INACBGs di Era Jaminan Kesehatan Nasional: Casemix,. Jurnal Ekonomi Kesehatan Indonesia.
Basuki. (2021). Peneltian kualitatif (qualitative research) bertujuan untuk mendeskripsikan dan menganalisis fenomena .
Bowman & Abdelhak. (2001). Data asuhan kesehatan dapat direpresentasikan dalam bentuk kode atau sistem numerik.
Campbell, Grimshaw & Walker. (2001). Data beberapa Negara tentang tingkat kesalahan pemberian kode data klinis.
DepKes. (2009). BPJS kesehatan program peningkatan manajemen dan mutu rumh sakit.
Dimick. (2010). Hasil penelitian tentang tingkat akurasi kode data klinis dari tahun ke tahun.
Dirjen Yanmed. (2006). Hal yang menyulitkan petugas koding.
Djaali. (2021). Observasi merupakan teknik pengumpulan data .
Fahlevi. (2014). Penerapan INA-CBG's adalah bagian dari ratifikasi SJSN pada tahun 2004.
Fahlevi. (2014). Upaya mengefisienkan pembiayaan rumah sakit yang dilakukan pemerintah.
Friska Miftachul Janah. (2015). Hubungan Kualifikasi Coder Dengan Keakuratan Kode Diagnosis Rawat Jalan Berdasarkan Icd-10 Di Rspau Dr S Hardjolukito Yogyakarta 2015. Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta.
FRISKA MIFTACHUL JANAH J410. (2015). Hubungan Kualifikasi Coder Dengan Keakuratan Kode Diagnosis Rawat Jalan Berdasarkan Icd-10 Di Rspau Dr S Hardjolukito Yogyakarta 2015.
Hatta. (2012). Proses pengkodean dimulai dari pengkajian (review) teliti rekam medis.
Hatta, G. (2008). Peranan dokter dan petugas rekam medis dalam pelayanan kesehatan relatif sangat penting.
Hatta. GR. (2008). Dalam pengkodean diagnosis yang akurat, komplet dan konsisten akan menghasilkan data yang berkualitas.
Helaluddin & Wijaya. (2019). Uji Keabsahan dalam penelitian kualitatif dilakukan melalui triangulasi.
Ikhwan Noviardi. (2020). Peran Akuntansi Di Rumah Sakit Pemerintah Pasca Badan Layanan Umum (Blu) Dan Adopsi Indonesian Case Based Groups (Ina-Cbgs) (Studi Kasus Pada Rsud Datu Beru Takengon). Jurnal Jeskape.
Kasim. (2011). Kesehatan dan sistem pengkodean atau sistem klasifikasi penyakit.
Kasim. (2011). Sistem pengkodean atau sistem klasifikasi penyakit .
Kemenkes RI. (2013). BPJS sebagai badan hukum publik dibentuk dengan undang-undang khusus.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2022). Modul 6 Etika Koding. Yogyakarta: Poltekkes Kemenkes Yogyakarta.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2022). Modul 7 INA-CBG's. Yogyakarta: Poltekkes Kemenkes Yogyakarta.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2022). Modul 8 Aplikasi INA-CBG's. Yogyakarta: Poltekkes Kemenkes Yogyakarta.
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. (2022). Modul 5 Audit Koding. Yogyakarta: Poltekkes Kemenkes Yogyakarta.
Kesehatan, K., & Indonesia, R. (t.thn.). MODUL 5 Program Studi Diploma Tiga Rekam Medis dan Informasi Kesehatan Poltekkes Kemenkes Yogyakarta AUDIT KODING Mata Kuliah: Case-mix (Manajemen Asuransi Kesehatan).
Kimberly dkk. (2005). Ketidaktepatan pengkodean disini diakibatkan oleh coder yang kurang teliti, kurang pengalaman mengenai pengkodean.
Kimberly, dkk. (2005). Hasil penelitian menyebut sumber kesalahan dibagi dua pada saat alur pasien dan alur berkas.
Laela Indahwati, SST. MIk., MKM. (2016). Analisis Akurasi Koding Pada Pengembalian Klaim Verivikasi BPJS Pasien Rawat Inap. Jakarta Selatan.
Laela Indawati. (2016). Analisis Akurasi Koding Pada Pengembalian Klaim Verifikasi BPJS Pasien Rawat Inap (Studi Kasus Pada Penyakit Sistem Sirkulasi Di RSUP Fatmawati Tahun 2016).
Mamik. (2015). Penelitian Kualitatif merupakan penelitian yang tidak menggunakan model-model matetmatik.
Melinda Eka Susanti, Ike Sureni, Rumpiati. (2018). Tinjauan Peran Coder Untuk Klaim BPJS Kesehatan Dalam Pelaksanaan JKN Di RSU Darmayu Ponorogo. Global Health Science.
Mellinda Eka Susanti. (2018). Tinjauan Peran Coder Untuk Klaim BPJS Kesehatan Dalam Pelaksanaan JKN Di RSU Darmayu Ponorogo. Global Health Science.
Mey. (2014). Status kesehatan penduduk suatu negara.
Naga. (2013). ICD adalah singkatan dari The Internasional Statstical Classfication of Diseases and Related Health Problem.
Nur Maimun. (2018). Pengaruh Kompetensi Coder Terhadap Keakuratan Dan Ketepatan Pengkodean Menggunakan ICD-10 Di Rumah Sakit “X” Pekanbaru Tahun 2016. Jurnal Kesmars, 31-41.
Nur Maimun, Jihan Natassa, Dkk. (2018). Pengaruh Kompetensi Coder Terhadap Keakuratan Dan Ketepatan Pengkodean Menggunakan ICD-10 Di Rumah Sakit “X” Pekanbaru Tahun 2016. Jurnal Kesmas, 31-43.
O'Malley et al. (2005). Keakurasian dalam pengkodean suatu penyakit dan tindakan sangatlah penting.
Rukmana. (2014). Jaminan Kesehatan untuk masyarakat.
Santos. (2008). Pada coder kesalahan yang terjadi adalah keputusan untuk memlih apa yang harus di koding.
Savitri. (2011). Kualitas hasil pengkodean bergantung pada kelengkapan diagnosis, kejelasan tulisan dokter, serta profesionalisme dokter dan petugas pengkodean.
Sriyani Windarti. (2019). Analisis Implementasi Pengajuan Klaim Bpjs Kesehatan Pada RSU Nene Mallomo Dan RSU Arifin Nu’mang Kabupaten Sidenreng Rappang.
Suyitno. (2007). Laporan ketetapan tarif INA-CBG's yang pada saat ini digunakan sebagai metode pembayaran untuk pelayanan pasien JKN.
Suyitno. (2007). Peran dokter dalam pengkodean.
Ulfatin. (2022). Informan adalah orang yang memberikan data atau informasi dalam penelitian.
Ulfatin. (2022). Wawancara dilakukan dengan mengajukan pertanyaan secara lisan kepada subjek (informan) untuk mendapatkan informasi.
WHO. (2010). International Statistical Classification of Diseases and Related Health Problems 10th.
Wibowo. (2008). Seorang coder harus mampu melaksanakan atau melakukan suatu pekerjaan yang dilandasi atas kompetensi.
Wibowo. (2012). Salah satu kompetensi utama seorang tenaga rekam medis.
World Health Organization. (1993). Klasifikasi dan kodefikasi penyakit merupakan fungsi yang cukup penting dalam jasa pelayanan informasi kesehatan.
Zakariah et al. (2020). Terdapat tiga analisis data dalam penelitian kualitatif.